REVIEW BUKU : MENJADI MANUSIA MENJADI HAMBA KARYA FAHRUDDIN FAIZ

Review Buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba Karya Fahruddin Faiz


JUDUL : MENJADI MANUSIA MENJADI HAMBA
AUTHOR : FAHRUDDIN FAIZ
PENERBIT : NAURA BOOKS
TAHUN TERBIT : 2020
GENRE : PHILOSOPHY. NON-FICTION
JUMLAH HAL. : 309 HAL., PAPERBOOK
BAHASA : INDONESIA
ISBN : 9786232421547
RATING : 4/5

REVIEW BUKU : MENJADI MANUSIA MENJADI HAMBA KARYA FAHRUDDIN FAIZ


Menjadi manusia hakikatnya kita menjadi hamba. Sayangnya terkadang kita tidak bisa memahami batasan menjadi seorang hamba. Meski terdengar mudah dan sederhana, ternyata untuk menjadi manusia dan menjadi hamba itu mengharuskan kita belajar dengan sungguh-sungguh. Manusia tidak hanya terdiri dalam bentuk fisik semata, tapi kita sering mengabaikan bagian terpenting dari diri manusia itu sendiri, yakni jiwa. Seperti apa sih bahasan Menjadi Manusia, Menjadi hamba, karya Fahruddin Faiz ini ? Coba kita kulik pelan-pelan.

Alasan Membuat Review Buku

Buku ini adalah buku pertama saya mengenal dunia filsafat dengan penuh kesadaran. Sebelumnya saya tidak pernah menyadari arti dan makna berfilsafat itu sendiri. Hingga kemudian saya sering mendengarkan kajian-kajian dari Pak Fahruddin Faiz. Melalui kajian beliau lah kemudian saya mengenal buku-buku garapannya.

Salah satu buku yang menarik perhatian saya adalah Menjadi Manusia, Menjadi Hamba. Mungkin judul buku yang cukup provokatif inilah yang membuat saya tertarik untuk membelinya. Rasa penasaran tentang isinya pun mulai berkecamuk di kepala, sehingga saya memutuskan untuk membacanya.

Isi Buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba

Buku ini terbagi dalam tiga topik pembahasan yang sangat penting, yakni :
  • Bagian 1 membahas tentang manusia. Dari mulai fitrahnya, humorisnya, hingga instansi pernikahan.
  • Bagian 2 membahas tentang waktu dan misterinya.
  • Bagian 3 membahas tentang penghambaan.

Jika kita perhatikan melalui topik bahasannya, mungkin kita mengira topik yang sedang kita bahas kali ini saling tidak berkesinambungan. Padahal jika kita membaca bukunya, maka setiap bab dan sub-bab akan mengantarkan pemikiran kita menuju cara berpikir tentang "bagaimana sih seharusnya kita menjalani kehidupan sebagai manusia dan hamba ?".

Pun kita juga akan tergerak untuk menguji hidup kita, apakah selama ini kita sudah hidup menjadi seorang manusia dan hamba yang sesungguhnya ? Atau justru kita jauh dari sifat-sifat manusia (insani) dan kehambaan ? Karena sejatinya, kita sering tidak menyadari bahwa hidup kita sesungguhnya dikuasai oleh nafsu hewani saja, sementara sisi humanist kita tersingkirkan atau justru sebaliknya. Ketidakseimbangan dalam hidup akan membuat hidup kita menderita dan jauh dari proses beribadah yang sesungguhnya.

Bukankah Tuhan mengutus kita untuk beribadah kepadaNya ? Bukan hanya tentang syariat namun juga keikhlasan kita dalam menjalani kehidupan dan ketetapanNya. Terkadang kita jauh dari sifat-sifat manusiawi karena kita terlalu dipenuhi dan ditutupi dengan ambisi dan kemauan tak terbatas, tanpa dibarengi dengan kesadaran.

Fitrah

Dalam bab Fitrah Dr. Faiz menerangkan mengapa manusia itu sejatinya harus selalu mengingat "siapa dirinya". Dengan mengingat jati dirinya, maka ia akan menjadi manusia yang sejati, manusia yang benar atau manusia yang hakiki. Menurut Dr, Faiz, yang dianggap manusia hakiki adalah manusia yang menetapi jalur fitrahnya. (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 21) i

Di buku disebutkan pula bahwa pada dasarnya AlQuran menyebutkan manusia itu dengan empat istilah : basyar, ins, insan dan nas (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 23). Berdasarkan terminologinya, maka manusia berada pada ke empat level tersebut yakni :
  • Level Basyar >> level fisik manusia atau jasadnya. Di mana dalam level inilah iblis memprotes Allah SWT ketika menciptakan Nabi Adam. Dan iblis tidak mau bersujud karena menganggap jasad Nabi Adam yang terbuat dari lempung berada di level bawahnya. Itulah mengapa kita diwanti-wanti untuk tidak menilai orang lain semata-mata hanya karena fisiknya saja. Sementara kita belum mengenal hatinya. Jika kita bertindak demikian, pada dasarnya kita tidak jauh beda dengan iblis ketika ia menilai Nabi Adam hanya karena fisiknya semata. (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 24)
  • Level Ins >> Ins dalam bahasa Arab berarti "jinak". Jinak yang dimaksud adalah manusia itu pada dasarnya beradab, bisa diatur dan mau patuh pada peraturan, yang menjadikannya sebagai karakter fitrah manusia. Maka jika ada manusia yang keras hati dan kepala, serta sering kali melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, maka sesungguhnya ia telah melawan karakter fitrahnya sendiri.
  • Level Insan >> Level insan merajuk pada akal budi manusia. Dalam dimensi ini Alquran sering kali mengingatkan manusia akan "akal sehat" yang harus dijaga dan dimiliki agar menjadi manusia yang berbudi luhur. Akal budi manusia menjadikan manusia mendapatkan banyak fasilitas dalam kehidupan di dunia. Namun, akal budi ini juga membuat manusia harus mempertanggungjawabkan apa yang pernah menjadi keputusan dalam hidupnya di dunia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa kelak.
  • Level Nas >> Di level Nas artinya hubungan manusia satu dengan manusia lainnya. Atau manusia secara kolektif atau umum. Di mana interaksi ini telah di atur, tidak hanya dengan akal budi saja tetapi juga norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat di mana mereka tinggal.

Level-level inilah yang membuat manusia belajar untuk menjadi insan kamil. Segala aspek dalam diri manusia harus dikelola dengan baik agar tidak menyebabkan disrupsi (kerusakan), bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi sekitarnya, termasuk alam semesta.

Humor

Saya baru menyadari dan memahami bahwasanya, humor merupakan salah satu fitrah manusia. Dengan bekal akal budi dan kemampuan berpikir, manusia satu-satunya makhluk Allah SWT yang mampu memberikan aksi reaksi terhadap guyonan.

Humor menjadi salah satu cara manusia untuk bisa bertahan hidup dari segala problematikanya. Bayangkan jika kehidupan ini tidak diselingi dengan canda tawa, walah yang ada beban pikiran kita akan membengkak hingga 1000% dari beban yang sebenarnya, iya kan ? Guyonan atau humor dibutuhkan untuk waktu tertentu. Bukan berarti segala hal bisa dijadikan guyonan loh ya ? tentu harus ada batasan-batasan dalam humor agar tidak menyakiti siapa pun yang kita ajak guyon.

Ada tiga teori tentang humor :
  • Superiority Theory : teori yang berlaku pada orang yang merasa dirinya lebih sempurna atau lebih baik dari orang lain. Misalnya saja, ketika kita sering menertawakan orang yang menyanyi dengan suara yang jelek atau amburadul. Padahal sejatinya suara kita pun tidak lebih baik dari yang kita tertawakan. Namun secara tidak sadar kita merasa diri kita lebih baik dari orang yang kita tertawakan. (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 71)
  • Incongruety Theory : teori tentang ketidaksetaraan, di mana humor justru muncul dari perubahan yang tiba-tiba dan tidak disangka-sangka. Biasanya humor jenis ini menggunakan banyak permainan kata. Misalnya saja.

"kamu kurus ih, makannya gak teratur kali ya ?"

"kamu salah ! justru saya makan teratur loh !"

"tapi kok.... ?!?"

"Iya saya makan secara teratur, teratur dua hari sekali makan, dua hari sekali nggak makan (karena gak ada yang dimakan)"


Guyonan semacam ini biasanya sih terdengar sarkas atau satir. Kadang suatu keadaan yang menyakitkan dikemas menjadi lucu agar tidak terdengar lebih menyedihkan.

 

  • Relief Theory : Dalam teori ini, humor dipandang sebagai katarsis atau media pelepasan dari ketegangan. ((Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 72). Di mana biasanya humor dijadikan media perlawanan untuk menghadapi suatu keadaan yang tidak diinginkan.

Dari bahasan di atas kita bisa memahami bahwa humor menjadi salah satu cara manusia untuk bisa menghadapi kehidupan yang tidak bisa diprediksi. Bahkan humor terkadang menjadi penyelamat dalam situasi yang tidak menyenangkan atau tidak nyaman.

Meski begitu, menurut Plato, yang orang berlebihan dalam humor akan kehilangan kontrol atas dirinya sendiri. Tindakan humoris yang tidak pada tempatnya seringkali menimbulkan tindakan yang bodoh atau buruk, bahkan terkesan kekanak-kanakan alias tidak dewasa. Orang akan kehilangan kewibawaannya apabila ia tidak mampu membatasi dirinya dari humor yang berlebihan.

Pernikahan

Bagi sebagian orang, membicarakan pernikahan merupakan momok yang menakutkan. Namun ternyata pernikahan itu dalam ranah fiqih hukumnya berkembang (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 89). Menurut Imam Azh-Zhahari, menikah hukumnya wajib. Sementara menurut Imam Malik, Imam Hambali dan Imam Hanafi, pernikahan itu hukumnya sunah. Sedangkan Imam Syafi'i menyebutkan bahwa menikah itu hukumnya mubah. (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 89).

Prinsip dasar pernikahan menurut perspektif Islam :

  • Menikah dihukumi wajib apabila segala yang ada di dalam diri seseorang dianggap sudah memenuhi syarat untuk menikah dan orang tersebut tidak mampu lagi untuk menahan hasratnya.
  • Menikah menjadi sunnah apabila sesorang telah memenuhi kualifikasi secara ekonomi, fisik yang sehat, namun masih bisa menahan hasrat.
  • Menikah dianggap makruh apabila seseorang sudah ingin menikah tapi belum layak sepenuhnya. Bahkan cenderung akan menyengsarakan pasangannya.

Dan yang terakhir menikah menjadi haram apabila kita tidak memiliki kemampuan, dan berakhir dengan merusak pasangan atau bahkan diri sendiri. Misalnya saja, gara-gara menikah justru kita menjadi pribadi yang jauh dari kata "baik". Kita menjadi kriminal dan berdampak buruk pada pasangan dan lingkungan kita lainnya.

Jadi tolonglah ya ? Bagi yang suka memaksa para Jomblowan dan Jomblowati untuk menikah, kalian tidak tahu dalam stage apa mereka semua itu. Jangan sampai bujukan kalian agar mereka secepatnya menikah justru menjadikan hukum pernikahan mereka "haram". "Karena level hukum pernikahan berkaitan dengan level kehidupan seseorang" (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 90). Dan kita tidak pernah tahu seperti apa level kehidupan seseorang sampai kita menjadi diri mereka. 

Mendoakan orang lain untuk mendapatkan jodoh itu perbuatan yang baik. Namun, memaksa seseorang menikah tanpa kita memahami konteks dan bagaimana kehidupan mereka merupakan perbuatan yang kurang bijaksana. Hihihi...

Pernikahan menjadi fitrah manusia karena dalam pernikahan ada empat tujuan, yakni tujuan biologis, psikologis, sosial dan relijius. Menikah menjadi hal penting untuk mengatur manusia dalam melampiaskan hasratnya agar tidak ngawur. Pernikahan juga menjadi salah satu cara untuk melestarikan dan melanggengkan anak keturunan. Pernikahan menjadi tujuan religius karena dalam Islam tidak mengenal Kerahiban. Dan pernikahan menjadi tujuan psikologi karena manusia membutuhkan pasangan untuk berbagi dan bekerja sama secara mental.

Main-main Dalam Hidup

Resensi Buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba


Manusia itu makhluk yang bermain atau disebut juga dengan istilah homo ludens. Keinginan manusia dalam bermain itu fitri sama halnya dengan humor tadi. Manusia membutuhkan media untuk menyalurkan energinya, di mana energi ini bisa disalurkan dalam wadah permainan. Permainan ini kan sifatnya hiburan ya ? jeda waktu dari hal serius ke serius lainnya. Yang namanya permainan, tidak lagi akan menjadi hiburan apabila sudah diseriusin.

Misalnya saja ketika orang bermain bola voli. Bagi warga kampung yang sehari-harinya menikmati interaksi dengan tetangga sambil bermain voli, akan memperlakukan bola voli sebagai bagian deri hiburan setelah satu hari penuh berkecimpung dengan pekerjaan yang menguras otak dan tenaganya. Namun cara berpikir ini akan berbeda jika yang bermain voli adalah Megawati Hangestri Pertiwi. Di mana bola voli menjadi sebuah profesi yang menghasilkan dan mampu membiayai kehidupannya. Ada keseriusan dan pertanggungjawaban yang tinggi bagi Megawati ketika ia bermain voli. Ia memiliki kewajiban moral, tidak hanya untuk diriya sendiri tetapi juga nama baik klubnya bahkan negaranya.

Bahasan tentang teori permainan ini cukup detail dan mendalam loh gaes. Sayangnya saya tidak bisa membahasnya satu persatu dalam resensi ini. Yang pasti melalui permainan, pada dasarnya kita akan bisa mengenali watak dan keaslian seseorang. Penasaran seperti apa bahasan lengkapnya, kalian bisa membeli bukunya di toko buku atau online.

Misteri Waktu

Waktu adalah suatu bahasan yang menarik sekaligus misterius. Kita sering salah memahami waktu, di mana kita berpikir bahwa waktu itu berjalan dengan definisi detik, menit, jam, hari, bulan maupun tahun. Padahal yang sedang kita sebutkan tersebut adalah penanda waktu, bukan definisi waktu itu sendiri. 

Seperti halnya yang diucapkan Guru Al-Mustafa yang mengatakan, " Engkau ingin mengukur waktu. yang tiada ukur dan tanpa ukuran ? " (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 224). Waktu itu tidak bisa diukur di mana "awalnya" dan kapan "akhirnya". Itulah misterinya. Menurut Pak Fahruddin, sama halnya dengan "konsep cinta" di mana tidak bisa dibagi dan juga tak mengenal batas ukuran.

Ada quote yang sangat menarik dalam buku ini perihal tentang waktu di mana Pak Faiz menerangkan bahwa,

"Waktulah yang melahirkanmu, tapi hati-hati, kalo kamu kalah oleh waktu, maka waktu akan menelanmu dan mematikanmu-- sebagaimana Kronos, simbol waktu yang menelan dan membunuh anak-anaknya."

Saking misteriusnya waktu, kadang kita merasa waktu itu terlalu cepat berlalu saat kita disibukkan dengan suatu pekerjaan. Dan kita merasa waktu sangat melambat saat kita tidak melakukan apa-apa. Pun berdasarkan pengalaman saya pribadi, saya merasa bahwa "waktu akan berjalan sangat cepat dan terasa hidup, ketika kita tinggal di perkotaan. Dan waktu terasa sangat melambat dan tenang saat kita hidup di pedesaan. Saya rasa suasana dan tempat juga memiliki pengaruh terhadap waktu. Artinya "Ruang dan Waktu" saling mempengaruhi sehingga kita bisa merasakan sensasi yang berbeda saat menjalaninya.

Masih menurut Pak Faiz, ketika kita membicarakan tentang waktu artinya kita tidak bisa mengabaikan tentang proses penciptaan alam semesta dan kehidupan akhir yang akan terjadi. Hal ini akan mengarahkan kita pada ranah teologi, di mana pembahasan waktu tidak sesederhana tentang menentukan detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun saja. Penasaran tentang bahasan mendalamnya ? tentang bagaimana pendapat filsuf Islam dan Barat ? Baca bukunya deh gaes, seru !

Ibadah Lahir dan Ibadah Batin

Bab terakhir dalam buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba adalah tentang penghambaan. Di mana proses menjadi hamba itu tidak bisa hanya dijalani dengan cara syariat saja, tetapi juga dengan ma'rifat. Memahami ma'rifat dalam sudut pandang Islam artinya kita juga perlu belajar dan menyelami tasawuf.

Di dalam dunia tasawuf pembelajaran tidak hanya berhenti pada akal saja, tetapi melampauinya. Melampaui bukan berarti tidak menggunakan akal (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 270), tetapi justru melengkapi penggunaan akal dengan sumber informasi lainnya, seperti intuisi, insting, naluri, teks, dan nas. Sehingga cakupannya lebih kompleks dan komprehensif.

Ketika kita mempelajari kitab-kitab tasawuf maka kita akan sering diajarkan tentang dua jenis ibadah, yakni ibadah lahir dan ibadah batin. Ibadah lahir adalah ibadah syariah yang sering kita jalankan sebagai bagian dari kewajiban menjadi muslim. 

Sementara ibadah batin adalah ibadah thariqah yang membutuhkan penjelasan mendalam. Kedua ibadah ini memiliki keterkaitan satu sama lain, sehingga tidak bisa dipisahkan begitu saja. Dan kita pun harus mempelajarinya. (Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, hal. 271)

Pada akhirnya ibadah lahir dan ibadah batin akan mengantarkan kita pada level ibadah yang tidak hanya menjalankan perintahNya saja tetapi memahami makna dan nilai yang terkandung di dalamnya. Ibadah adalah bukti cinta kita KepadaNya. Pun kita akan hidup secara mindfullness, atau beribadah dengan penuh kesadaran. Sehingga perbuatan baik yang kita lakukan nantinya memiliki niat semata-mata karena mencari ridho Allah SWT, bukan karena ingin pujian dan mendapatkan validasi dari orang lain.

Apa Saja Yang Bisa Kita Pelajari ?

Dalam buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba, Pak Faiz mengajarkan kita tentang berbagai macam konsep dan pemikiran tentang bagaimana seharusnya kita menjadi seorang hamba. Seorang hamba yang selalu ridho akan ketetapan Tuhan. Di mana dalam setiap ketetapan Allah SWT mengandung ilmu, pelajaran dan kebaikan. Meski begitu jangan salah menempatkan mindset ini untuk pemikiran yang negatif atau berbuat keburukan ya ?

Manusia itu dilengkapi akal pikiran, di mana melalui akal pikiran ini kita bisa menentukan dan memilih keputusan yang baik atau buruk. Dan karena akal pikiran inilah nantinya kita akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan. Jadi, "pilihan" kita dalam menjalani kehidupan tanpa memahami "ketetapanNya" tentu akan menghasilkan keputusan dan kehidupan yang beragam. Dan biasanya, jika pilihan yang kita ambil tidak sesuai dengan KetetapanNya, maka di sinilah akan timbul kontradiksi.

Dan, apabila kita tidak menerima ketetapanNya dan tidak mempelajari hikmah kebijaksanaanNya maka di sinilah kita mulai merasakan penderitaan yang berkepanjangan. Keikhlasan dalam menjalani kehidupan, serta mencari ridho Allah SWT dalam setiap langkah kita adalah cara hidup yang damai dan menenangkan. Menjalani kehidupan "Lillahi ta'ala" adalah kunci Menjadi Manusia, Menjadi Hamba.

Menarik ya bukunya ? Bahasan ini belum seberapa loh ya ? Karena banyak wejangan dan konsep hidup positif yang diajarkan Pak Faiz dalam buku ini. Bahasa yang ringan juga membuat kita bisa lebih mudah memahami penjelasannya meskipun dengan bahasa filsafat level tinggi sekalipun. Hihihi..

Daftar Pustaka

  • i Faiz, Fahruddin., Menjadi Manusia Menjadi Hamba, 2020, Jakarta : Noura Books.

Post a Comment

0 Comments